Sabtu, 17 Desember 2011

Sepak Bolaku Sayang, Sepak Bolaku Malang

Miris melihat kondisi sepak bola Indonesia yang semakin hari semakin tidak menentu nasibnya. Terpilihnya Pak Djohar Arifin Husein sebagai ketua umum PSSI yang baru menggantikan Pak  Nurdin Halid ternyata tidak membuat sepak bola Indonesia dalam kondisi yang lebih baik. Malah kisruh pun menjadi-jadi.  Padahal harapan besar pernah dialamatkan ke pundak pengurus PSSI yang baru yakni menjadikan sepak bola Indonesia kearah  yang lebih baik dan terbebas dari kekisruhan. Tapi harapan itu kini tinggal angan semata. Sepak bola Indonesia malah jatuh ke dalam  kekisruhan lagi.
Dimulai dari adanya dualisme liga. Lagi-lagi ada dua liga di Indonesia. Kalau dulu, LPI (Liga Premier Indonesia) dianggap illegal dan ISL (Indonesian Super League) yang resmi. Maka kini, terbalik  seratus delapan puluh derajat. ISL yang semula resmi pun dianggap illegal. Sementara LPI yang berganti nama menjadi IPL  (Indonesian Premier League) malah dianggap kompetisi resmi dan sudah didaftarkan ke FIFA serta AFC.  Sekali lagi tampaknya, PSSI tidak mau belajar dari pengalaman
sebelumnya. Kalau dulu pernah terbentuk dua liga, mengapa kini  harus ada lagi? Seharusnya kan tidak boleh ada lagi yang namanya dua liga. Kalau sampai terjadi lagi, ini jelas menjadi pertanyaan  besar, ada apa di tubuh PSSI? Barangkali jawabannya adalah politik.Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau politik mempunyai peran  dominan di tubuh PSSI. Bukan lagi sekedar “kendaraan” tapi mungkin sudah berkembang menjadi sebuah “industri” politik.  Tujuannya apalagi kalau bukan Pemilu 2014 nanti. Tentu saja, ini sangat disayangkan. Mengingat PSSI adalah organisasi sepak bola  seluruh Indonesia, dimana sepak bola menjadi olahraga paling diminati dan digemari di Indonesia. PSSI bukanlah kendaraan politik
yang bisa ditumpangi untuk tujuan tertentu. Sangat disayangkan apabila organisasi sebesar PSSI harus menjadi  kendaraan politik. Ini jelas tidak bagus bagi bagi kemajuan sepak bola di Indonesia. Karena efeknya akan timbul kekacauan dan saling
gontok-gontokan yang pada akhirnya membuat sepak bola  semakin terpuruk. Seandainya terjadi seperti itu, semuanya hanya bisa cuci tangan (lepas tanggung jawab) dan saling menyalahkan.
Oh, sepak bolaku sayang, sepak bolaku malang. Mengapa kondisimu seperti ini? Tidak ada yang menginginkannya. Semua
pecinta sepak bola di tanah air ingin melihatmu berprestasi tapi sayang belum kesampaian. Yang ada malah kisruh berlanjut pada kisruh, seperti tidak ada ujung pangkalnya. Tidak adakah yang mau mengalah demi kemajuan sepak bola Indonesia?
Tidak adakah keinginan memandang wajah-wajah gembira suporter dan bukan lagi wajah kesedihan? Tidak adakah keinginan menorehkan tinta emas sejarah baru? Tidak adakah keinginan untuk bersatu padu membuka lembaran baru dan meninggalkan dendam lama? Tidak adakah keinginan melihat harapan di mata seorang  anak kecil yang ingin menjadi pemain sepak bola terkenal seperti Messi atau Christiano Ronaldo?
Ah, tidak perlu pusing memikirkan jawabannya. Cukup kita renungkan saja. Biarkan para pengurus PSSI yang menjawabnya. Kalau memang masih mempunyai hati, telinga dan mata yang berfungsi sempurna maka tidak akan sulit untuk mengatakan “Iya, ada”. Dan bukan hanya sekedar mengatakan itu lalu tidak berbuat apa-apa, harus ada langkah nyata untuk mewujudkannya. Kita tunggu saja.
Salam olahraga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar